Oleh: Bahren Nurdin
Mungkin anda telah akrab dengan istilah globalisasi atau globalization, yaitu terminologi yang digunakan untuk merujuk pada sesuatu yang mendunia atau dunia tanpa batas (borderless). Namun saya yakin belum banyak diantara kita yang memahami istilah glokalisasi atau dalam bahasa Inggris disebut ‘glocalization’.
Kita ambil definisi yang mudah saja: ‘glocalization is the adaptation of global and international products into the local contexts they’re used and sold in’ (investopedia.com). Intinya begini, ada produk atau layanan internasional yang harus meyesuaikan kondisi di mana produk atau layanan berada. Contoh, KFC dijual di seluruh dunia. KFC di Indonesia menggunakan nasi putih, sementara di negara lain mungkin tidak nasi tapi sesuai makanan pokok mereka. Atau hotel-hotel berbintang di Jambi wajib menyediakan gulai tempoyak. Pegawainya harus memakai lacak atau tengkuluk. Itulah yang disebut glokalisasi.
Pada artikel singkat ini, saya ingin mengajak kita semua untuk melihat penerapan konsep ini di Indonesia khususnya di Kota Jambi dalam konteks penyediaan fasilitas mushalla. Bagaimana sebenarnya para pengambil kebijakan harus menerapkan konsep ini dengan sepenuhnya. Salah satu turunan penerapannya adalah berupa regulasi seperti Perda atau Perwali.
Sudah kita ketahui bersama saat ini di Kota Jambi telah tumbuh mall dan hotel berbintang banyak yang bertaraf internasional. Hotel-hotel ini juga bisa ditemui di berbagai negara di dunia. Persoalannya, apakah hotel-hotel internasional ini sudah menganut konsep ‘glocalization’? Mari kita cermati.
Get real time update about this post categories directly on your device, subscribe now.
Discussion about this post